36,4 Persen Masyarakat Indonesia Enggan Divaksinasi Covid-19, Ternyata Ini Alasannya!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Vaksinasi Covid-19 menjadi salah satu upaya penting dalam menangani pandemi Covid-19. Vaksin menjadi andalan di saat lonjakan kasus Covid-19 tak terkendali seperti saat ini. Tak hanya sekadar perlindungan tambahan bagi individu, vaksinasi juga menjadi cara mempercepat kekebalan komunal atau herd immunity.
Sayangnya, masih ada segelintir masyarakat Indonesia yang enggan untuk divaksin. Hal ini terbukti lewat survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) dalam rilis survei nasional yang bertajuk 'Sikap Publik Terhadap Vaksin dan Program Vaksin Pemerintah'.
Survei tersebut melibatkan 1.200 responden yang diwawancarai melalui sambungan telepon. Dari jumlah responden tersebut, ditemukan bahwa ada 36,4 persen dari masyarakat yang belum divaksin, enggan untuk melakukan vaksinasi.
Dalam survei itu juga ditemukan juga bahwa, ada sekira 23,5 persen tidak percaya bila vaksin mampu mencegah penularan. Sementara itu 68,6 persen percaya.
Baca Juga : WHO Peringatkan Varian Baru Covid-19 yang Lebih Bahaya Menyebar
“Keyakinan pada kemampuan vaksin untuk mencegah penularan itu lebih rendah di kalangan masyarakat pedesaan. Dari segi wilayah, di sini terlihat yang tidak percaya bahwa vaksin bisa membantu mencegah penularan di Sumatera cukup tinggi, kemudian di Jawa Timur, dan di Sulawesi,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis survei virtual, Minggu (18/7/2021).
Terkait dengan keengganan masyarakat untuk divaksin, survei menunjukkan ada tiga alasan terbesar. Di antaranya takut dengan efek vaksin Covid-19 (55,5 persen), menganggap vaksin tidak efektif cegah virus (25,4 persen), dan merasa tidak membutuhkan vaksin (19 persen).
“Itu tiga alasan terbesar. Di luar itu, ada juga yang meragukan kehalalannya (9,9 persen), kemudian ada yang persoalannya merasa takut akan membayar untuk memperoleh vaksin (8,7 persen),” ujarnya.
Alasan lainnya yakni ada yang beranggapan bahwa kalau sudah banyak yang divaksin maka dia tidak perlu lagi divaksin (4,1 persen), menganggap vaksin hanya akal-akalan perusahaan farmasi untuk mendapatkan untung (3,8 persen), dan lainnya (9,3 persen).
Baca Juga : Tips Bedakan Vitamin Asli dan Palsu yang Dibeli di Online Shop
Sementara itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof dr, Amin Soebandrio PhD, SpMK, turut menyoroti survei ini. Dia mengatakan, perlunya mengkaji lagi terkait kepercayaan masyarakat terhadap vaksin.
“Ini jadi PR kita bersama, kita perlu mengkaji lebih lanjut kepercayaan masyarakat secara umum, terlepas dari jenis vaksinnya. Bahkan di event vaksinasi di suatu tempat, ada saja yang menolak (divaksin). Misalnya, enggak mau vaksin pakai, katakanlah, Astrazeneca. Akhirnya, ujung-ujungnya takut divaksin. Jadi memang motif penolakan itu bervariasi,” kata Prof Amin.
Sebagai informasi, survei ini dilakukan dengan wawancara melalui sambungan telepon pada 20-25 Juni 2021. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error atau MoE) sekitar ±2.88 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.
Lihat Juga: Vaksin Covid-19 Berbayar Ratusan Ribu Tahun Depan, Menkes Imbau Vaksinasi Sekarang Mumpung Gratis
Sayangnya, masih ada segelintir masyarakat Indonesia yang enggan untuk divaksin. Hal ini terbukti lewat survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) dalam rilis survei nasional yang bertajuk 'Sikap Publik Terhadap Vaksin dan Program Vaksin Pemerintah'.
Survei tersebut melibatkan 1.200 responden yang diwawancarai melalui sambungan telepon. Dari jumlah responden tersebut, ditemukan bahwa ada 36,4 persen dari masyarakat yang belum divaksin, enggan untuk melakukan vaksinasi.
Dalam survei itu juga ditemukan juga bahwa, ada sekira 23,5 persen tidak percaya bila vaksin mampu mencegah penularan. Sementara itu 68,6 persen percaya.
Baca Juga : WHO Peringatkan Varian Baru Covid-19 yang Lebih Bahaya Menyebar
“Keyakinan pada kemampuan vaksin untuk mencegah penularan itu lebih rendah di kalangan masyarakat pedesaan. Dari segi wilayah, di sini terlihat yang tidak percaya bahwa vaksin bisa membantu mencegah penularan di Sumatera cukup tinggi, kemudian di Jawa Timur, dan di Sulawesi,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis survei virtual, Minggu (18/7/2021).
Terkait dengan keengganan masyarakat untuk divaksin, survei menunjukkan ada tiga alasan terbesar. Di antaranya takut dengan efek vaksin Covid-19 (55,5 persen), menganggap vaksin tidak efektif cegah virus (25,4 persen), dan merasa tidak membutuhkan vaksin (19 persen).
“Itu tiga alasan terbesar. Di luar itu, ada juga yang meragukan kehalalannya (9,9 persen), kemudian ada yang persoalannya merasa takut akan membayar untuk memperoleh vaksin (8,7 persen),” ujarnya.
Alasan lainnya yakni ada yang beranggapan bahwa kalau sudah banyak yang divaksin maka dia tidak perlu lagi divaksin (4,1 persen), menganggap vaksin hanya akal-akalan perusahaan farmasi untuk mendapatkan untung (3,8 persen), dan lainnya (9,3 persen).
Baca Juga : Tips Bedakan Vitamin Asli dan Palsu yang Dibeli di Online Shop
Sementara itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof dr, Amin Soebandrio PhD, SpMK, turut menyoroti survei ini. Dia mengatakan, perlunya mengkaji lagi terkait kepercayaan masyarakat terhadap vaksin.
“Ini jadi PR kita bersama, kita perlu mengkaji lebih lanjut kepercayaan masyarakat secara umum, terlepas dari jenis vaksinnya. Bahkan di event vaksinasi di suatu tempat, ada saja yang menolak (divaksin). Misalnya, enggak mau vaksin pakai, katakanlah, Astrazeneca. Akhirnya, ujung-ujungnya takut divaksin. Jadi memang motif penolakan itu bervariasi,” kata Prof Amin.
Sebagai informasi, survei ini dilakukan dengan wawancara melalui sambungan telepon pada 20-25 Juni 2021. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.200 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error atau MoE) sekitar ±2.88 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.
Lihat Juga: Vaksin Covid-19 Berbayar Ratusan Ribu Tahun Depan, Menkes Imbau Vaksinasi Sekarang Mumpung Gratis
(wur)